Wednesday, December 11, 2013

FORKIP Desak Sinergi Program Implementasi Keterbukaan Informasi

Juniardi
Jakarta, teraslampung.com--Forum Komunikasi Komisi Informasi Provinsi Se-Indonesia (FORKIP) mendesak Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melakukan sinergi program implementasi keterbukaan informasi.

Hal tersebut terungkap dalam audiensi FORKIP dengan UKP4 dan Kemendagri yang berlangsung Rabu (11/12) Audiensi tersebut merespon ditetapkannya Pemerintah Indonesia menjadi pimpinan Open Government Partnership (OGP) menggantikan Inggris pada akhir Oktober 2013 lalu.

“Harus ada sinergi program implementasi keterbukaan informasi, tidak dilakukan secara parsial,” kata Ketua FORKIP, Juniardi.

FORKIP yang terdiri dari Komisioner Komisi Informasi dari 12 Provinsi ditemui oleh Direktur UKP4 Dedi Noor Cahyanto dan di Kemendagri ditemui Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Kemendagri, Andi Kriarmoni.

Lebih lanjut Juniardi menjelaskan, pemerintah harus menjadikan aspek keterbukaan informasi sebagai bagian dari pengawasan pelaksanaan kinerja pemerintah, melakukan sinergi program sosialisasi, pendampinan teknis, dan pengawasan yang dilakukan oleh kementerian  dan lembaga pemerintah.

Selanjutnya mempercepat pembentukan Komisi Informasi Provinsi di seluruh provinsi di Indonesia, serta memperkuat PPID dalam melalui penyusunan kebijakan, program, dan alokasi anggaran oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota di Indonesia.

FORKIP menilai, penerapan keterbukaan informasi di daerah masih belum maksimal. Salah satu faktor yang mempengaruhi penerapan KIP di pemerintah daerah adalah komitmen dari kepala daerah yang masih setengah hati.

“Komisi Informasi provinsi baru terbentuk di 20 provinsi. Padahal dalam Pasal 60 UU KIP disebutkan bahwa Komisi Informasi provinsi harus sudah terbentuk paling lambat 2 (dua) tahun sejak diundangkannya UU KIP pada tahun 2008,” kata Juniardi.

Menurut Juniardi hingga kini belum semua Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota maupun SKPD-SKPD yang membentuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasu (PPID). Kalaupun ada masih belum menjalankan tupoksinya secara maksimal.

“Padahal, PPID merupakan ujung tombak dalam implementasi UU KIP dan Badan Publik tersebut. Sebagian besar penyelesaian sengketa yang ditangani oleh Komisi Informasi disebabkan karena badan publik tidak menanggapi permohonan dan keberatan yang diajukan Pemohon informasi,” Juniardi menambahkan.

Sementara itu, secara kelembagaan KI Provinsi juga masih sangat lemah. Belum ada standar pelaksanaan dukungan sekretariat Komisi Informasi Provinsi oleh pemerintah provinsi.

Selama ini dukungan sekretariat sangat tergantung pada kebijakan masing-masing pemerintah daerah tanpa acuan standar tertentu, padahal dukungan sekretariat menjadi faktor penting dalam mendukung Komisi Informasi yang independen dan profesional.

“Hal ini makin diperparah dengan program keterbukaan informasi yang masih berjalan secara parsial. Padahal, penerapan UU KIP tidak dapat dilakukan oleh satu lembaga atau sektor tertentu.Keterbukaan informasi merupakan unsur yang melandasi perencana, pelaksanaan, dan pengawasan di seluruh sektor pembangunan, termasuk hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah,” ujarnya.

Menanggapi masukan-masukan tersebut, UKP4 menerima masukan-masukan tersebut sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari program Open Government Indonesia (OGI). Sementara Kemendagri akan mengeluarkan surat edaran terkait kebuntuan tupoksi dan keberadaan Sekretariat KI secara nasional.

No comments:

Post a Comment