Friday, January 3, 2014

Lima Pemikiran Gus Dur Relevan dengan Situasi Mutakhir

Bambang Satriaji/Teraslampung, Jombang

K.H. Abdurrahman Wahid
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan setidaknya ada lima pemikiran fundamental K.H. Abdurrahman Wahid yang masih sangat relevan dengan situasi mutakhir. Kelima pemikiran Gus Dur itu sebagian sudah diwujudkan dan sebagian lainnya masih berjalan.

“Saya yakin, pikiran K.H. Abdurrahman Wahid yang mendahului zamannya tersebut suatu saat akan menjadi kenyataan," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat menghadiri haul ke-4 mantan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, di Pondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Jumat (3/1) malam.

Presiden SBY menyatakan pemikiran pertama Gus Dur adalah keinginan agar di Indonesia hadir masyarakat majemuk yang rukun. Banyak bangsa di dunia pecah karena tidak rukun, maka pikiran besar Gus Dur agar masyarakat Indonesia benar-benar rukun ini masih relevan.

"Hampir semuanya ini menjadi amanah serta agenda sepanjang masa. Bahwa dalam diri Gus Dur apa yang diucapkan, dilakukan, dan diperjuangkan hingga akhir hayatnya adalah ingin bangsa majemuk ini benar-benar rukun, toleransi, dan saling hormat-menghormati," kata SBY.

Kedua, menurut SBY, adalah kegigihan Gus Dur untuk menghilangkan diskrimainasi dengan alasan apapun. Ketiga, Gus Dur ingin peran negara jangan terlalu dominan, sebaliknya peran rakyat diperbesar. Menurut Presiden SBY, meskipun Indonesia sudah meninggalkan sistem otoritarian menuju sistem yang lebih demokratis, tetapi cara berpikir semua pihak masih ada bayang-bayang sistem ini.

"Gus Dur ingin agar seimbang. Masyarakat luas diberikan ruang sehingga mereka bisa mengatur kehidupannya sendiri," ujar Presiden. "Pada saatnya nanti, negara akan mengurangi perannya jika masyarakat makin matang, makin partisipatif, sehingga masyarakatlah yang nantinya bisa mencegah terjadinya konflik horizontal," Presiden menjelaskan.

Pemikiran keempat Gus Dur menurut SBY adalah bahwa negara tidak berhak mengontrol pikiran warganya. Sementara pemikira kelima Gus Dur masih relevan dengan masa kini adalah agar hubungan sipil dan militer berlangsung sehat.

“Ini penting. Banyak negara militernya dominan akhirnya demokrasi tidak hidup. Tetapi sebaliknya, kalau militer ditinggalkan maka poltik akan gaduh," ujar SBY.

Dalam Haul ke-4 Gus Dur dihadiri ribuan santri, warga Jombang, dan para pengagum Gus Dur itu, Hj. Shinta Nuriyah (istri mendiang Gus Dur) mengatakan maraknya peringatan haul Gus Dur yang sudah berlangsung selama sebulan terakhir di seluruh penjuru Tanah Air menunjukkan bahwa masyarakat membutuhkan momentum kultural yang bisa dijadikan ajang silaturahmi.

"Melalui momentum kultural ini terbangun hubungan batin tidak hanya dari yang masih hidup, tapi juga antara yang hidup dan yang mati. Melalui acara ini kita diperingatkan bahwa apapun yang dlakukan setiap orang saat hidup akan terlihat pada saat orang itu meninggal," kata Shinta.

Pihak keluarga merencanakan membangun Museum Islam Hasyim Asyari di areal kompleks pemakaman Gus Dur. Museum ini nantinya akan memberikan informasi fakta sejarah bahwa kemerdekaan Indonesia diperoleh melalui perjuangan semua agama dan suku yang ada di Indonesia.

Sementara itu, sebelum kedatangan SBY ke Ponpes Tebu Ireng, sejumlah mahasiswa gabungan dari beberapa elemen di Kabupaten Jombang berunjuk rasa meminta agar acara haul atau peringatan wafatnya mantan Presiden Gus Dur lepas dari ajang politik.

Para mahasiswa itu menilai SBY yang baru datang dalam haul ke-4 atau menjelang Pemilu 2014 layak dipertanyakan motifnya.

"Kami mempertanyakan kedatangan Presiden apakah murni untuk menghormati almarhum Gus Dur ataukah ada tendensi politik, mengingat pada 2014 adalah masa berakhirnya kepemimpinannya sebagai Presiden," Reza, salah seorang koordinator aksi.


No comments:

Post a Comment