Ekspor-impor (Foto Ilustrasi) |
JAKARTA—Tingginya nilai impor menyebabkan Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) defisit hingga 5,6 miliar dolar AS atau mencapai Rp 67 triliun selama Januari-November 2013. Salah satu penyebab utamanya adalah ketergantungan Indonesia pada minyak impor.
"Kita masih mengimpor minyak dengan nilai tinggi,” kata Kepala Badan Pusat Statistik, Suryamin di Jakarta, Kamis (2/1/2012).
Suryamin menuturkan neraca perdagangan Indoesia pada November surplus USD 776,8 juta karena ditopang ekspor yang mencapai USD15,93 miliar atau naik 1,45 persen dari Oktober. Pada bulan yang sama impor semua komoditas turun 3,55 persen sebesar USD15,5 miliar.
Meski begitu, kata Suryamin, pada periode Oktober—November 2013 masih lebih baik dibanding periode yang sama tahun 2012.
"Pada Oktober dan November 2012 kita deficit, sementara sekarang itu kita masih surplus," kata Suryamin.
Data BPS menyebutkan, total ekspor Januari-November adalah 165,57 miliar dolar AS atau turun 5,19%. Sementara BPS mencatat ekspor non migas turun 3,02% (yoy) menjadi US$ 136,36 miliar.
Pangsa ekspor terbesar adalah China sebesar US$ 18,93 miliar, Jepang 14,69 miliar dolar AS dan Amerika Serikat sebesar 13,79 miliar dolar AS.
Suryamin menambahkan, untuk impor sebesar US$ 15,5 miliar atau turun 3,35% dari Oktober 2013. Disokong impor non migas yang turun 8,12% dari 12,20 miliar dolar AS menjadi 11,21 miliar dolar AS. Sedangkan migas masih naik 13,39% menjadi US 3,94 miliar dolar AS.
Data di Kementerian ESDM menyebutkan nilai impor bahan bakar minyak mencapai 150 juta dollar AS per hari atau setara Rp 1,7 triliun per hari. Beban kebutuhan bahan bakar terus meningkat karena pertumbuhan produksi kendaraan bermotor baru dan belum adanya pembatasan kendaraan bermotor lama.
Tahun 2013, produksi mobil baru diperkirakan 1,2 juta unit dan sepeda motor baru 7 juta unit. ”Impor BBM (bahan bakar minyak) memberatkan anggaran pendapatan dan belanja negara.
No comments:
Post a Comment