Sunday, February 16, 2014

Orang Brebes Pertama Kali Buka Kampung ini



Isbedy Stiawan ZS/Teraslampung.Com


Peta Kelurahan Sawah Brebes (google.map)
BandarlampungVini Vidi Vici. Tapi bagi orang Brebes: datang, buka lahan, dan bangun tempat tinggal. Pendatang identik selalu semangat untuk hidup lebih besar. Mereka tinggalkan kampung kelahiran, tak lain untuk "memperbaiki nasib" di kampung yang baru.

Inilah tanah lapang satu-satunya di daerah ini. Sebuah lahan kosong yang hingga kini masih dipertahankan. Tanah lapang ini digunakan banyak hal: bermain sepak bola, pertandingan atarklub, upacara, ataupun apel besar pada saat kampenye pemilu.

Seperti alun-alun di Pulau Jawa, tanah lapang ini memberi arti dan manfaat bagi warga setempat. Pada masa-masa “kejayaan” pesepakbolaan di Lampung, lapangan ini kerap dijadikan berkumpulnya antarklub untuk bertanding.

Dulunya, di sisi lapangan ada sebuah pohon beringin besar. Pohon beringin ini sangat berguna bagi warga saat menyaksikan pertandingan sepak bola. Bisa dijadikan berlindung dari terik matahari senja, payung saat hujan, dan tribun: terutama anak-anak ingin lebih leluasa menonton lalu ngangkring di atas pohon.

Beringin besar itu kemudian menjadi penanda bagi lapangan sepakbola ini. Mengenai keberadaan beringin besar ini diceritakan oleh warga setempat.

Menurut Sutarjo, di pinggir tanah lapang ini beridiri sebatang pohon beringin. Ukurannya besar. Daun-daunnya rimbun, rantingnya banyak. Di bawah pohon itu, banyak warga memilih jika hendak menonton pertandingan sepak  bola atau konser musik.

Karena beringin besar itu, masih kata Sutarjo, masyarakat terbiasa menyebut tanah lapang itu sebagai Lapangan Beringin Besar. Lalu disingkat menjadi Lapangan Brebes.

Seperti tanah lapang di Enggal, karena ada tanah merah dan satunya dipenuhi rumput hijau, kemudian warga Bandarlampung menamai Lapangan Merah dan Lapangan Hijau. Kedua lapangan ini yang memisahkan GOR Saburai—Pasar Seni, saat kini.

Boleh jadi nama Lapangan Brebes, yang mengilhami nama kampung ini: sekarang Kelurahan Sawah Brebes.

Ihwal sebutan sawah, sebab daerah ini mulanya adalah persawahan. Tanahnya basah dan berlumpur. Maka, sebelum terjadi pemekaran, hanya ada satu kelurahan: Kampung Sawah.

Sementara, menurut H. Benteng Surbakti, penamaan Sawah Brebes disebabkan masuknya warfa asal Brebes, Jawa Tengah. Merekalah yang pertama kali membuka daerah ini menjadi pemukiman.

Warga asal Brebes datang ke Lampung sebagai transmigran, perantau, dan karyawan pada Perusahaan Jawatan Kerepa Api—kini PT KA—yang memang tak jauh dari Sawah Brebes.

Hal ini hampir sama dengan  Brebes, sebuah kabupaten di bagian Utara paling Barat Provinsi Jawa Tengah. Brebes berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat.

Penduduk Brebes mayoritas menggunakan bahasa Jawa yang mempunyai ciri yang tidak dimiliki oleh daerah lain. Biasanya disebut dengan Bahasa Jawa Brebes.

Sebagian penduduk Kabupaten Brebes bertutur dalam bahasa Sunda, dan banyak nama tempat yang dinamai dengan bahasa Sunda. Hal itu menunjukan bahwa pada masa lalu, Brebes adalah bagian dari wilayah Sunda.

Beberapa pendapat mengenai asal-usul nama Brebes, di antaranya berasal dari kata "Bara" dan "Basah". "Bara" berarti hamparan tanah luas, dan "basah" berarti banyak mengandung air. Keduanya cocok dengan keadaan Brebes, Jawa Tengah, yang merupakan dataran luas yang berair.

Karena perkataan bara diucapkan “bere” sedangkan basah diucapkan “besah” maka untuk mudahnya diucapkan Brebes. Dalam Bahasa Jawa perkataan Brebes atau mrebes berarti tanah metu banyune yang berarti tanah yang selalu keluar airnya.

Tampaknya apa yang ada di Berbes, Jawa Tengah, mendekati kesamaan dengan Sawah Brebes, Tanjungkarang Timur, Bandarlampung ini.

Daerah ini dulunya menyerupai sawah, tanahnya basah. Sehingga bagi warga Brebes akan menyebutnya “bere” dan “besah” atau Brebes untuk mudahnya.

Selain itu, karena penduduknya pertama kali di sini memang berasal dari Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.Jadi ada alasan kuat kalau Kampung Sawah di wilayah ini ditambah Brebes, atau Sawah Brebes. Sebagaimana ada pendapat, setiap individu selalu membawa kampung halaman (kelahiran) ke mana pun merantau. Karena manusia cenderung tak bisa meninggalkan kenangan-kenangan.

Demikian pula bagi penduduk asal Brebes yang telah tinggal di  daerah ini sejak zaman Belanda. Tidak serta-merta melupakan kampung asal: Brebes, Jawa Tengah. Meski kini mereka sudah turun-menurun tinggal di sini, sehingga dapat dikatakan sudah benar-benar “orang Lampung”.

Kampung Sawah meliputi Sawah Lama dan Sawah Brebes.Nama-nama jalan kebanyakan menggunakan nama tokoh pewayangan, seperti Sadewo, Arjuna, Kresna, dan sebagainya.

Tanah lapang satu-satunya di sini, amat familiar bagi warga Bandarlampung. Cukup menyebut Lapangan Brebes, dipastikan tahu.

Sawah Brebes tak jauh dari pusat Kota Tanjungkarang. Kelurahan ini juga makin terkenal karena sangat dekat dengan pusat jajanan pempek, selain di Jalan Mayor Salim Batubara, Kupang Teba, Telukbetung.

Kelurahan Sawah Brebes dihuni oleh 8.253 jiwa, tersebar dalam 2 lingkungan dan 27 rukun tetangga. Kini penduduk di sini heterogen, namun hidup harmonis.

Kampung ini memang sudah tak lagi layaknya sawah, artinya tanahnya selalu basah atau berair. Infrastruktur, seperti jalan, sangat baik, apalagi daerah ini dijadikan jalan alternatif. Baik kendaraan pribadi mapung angkutan kota.*




No comments:

Post a Comment