Saturday, February 1, 2014

Urgensi Techno Park bagi Dunia Pendidikan Indonesia

ESAI PENDIDIKAN

Slamet Samsoerizal *)



Techno Park Zurich, Swiss(ilustrasi)
Bagi dunia pendidikan dan industri di Indonesia keberadaan Techno Park  sudah sangat mendesak. Area yang secara permanen akan mempertemukan antara akademisi dan praktisi itu diniatkan meminimalkan kesenjangan antara dunia pendidikan, dunia kerja, dan industri di Indonesia. Dengan adanya Techno Park terjadi clustering dan critical mass dari peneliti dan perusahaan. Hal ini membuat perusahaan menjadi lebih kuat.

Techno Park mencoba menggabungkan ide, inovasi, dan know-how dunia akademik dan kemampuan finansial serta marketing dari dunia bisnis. Penggabungan ini dapat meningkatkan dan mempercepat pengembangan produk dan kesangkilan waktu memindahkan inovasi ke produk yang dapat dipasarkan. Sasarannya, memperoleh economic return yang tinggi.

Sisi Saling

Riwayat Techno Park bermula ketika di Stanford University, California, Amerika Serikat pada  ujung 1940-an. Sebagai perguruan tinggi  swasta yang baru mulai tumbuh, mengalami kesulitan keuangan untuk menarik minat dan menggaji staf pengajar. Meski memiliki lahan yang luas, pengelola universitas tidak memperkenankan menjual lahan tersebut. Akhirnya diputuskan untuk membuat sebuah “Stanford Research Park”.  Dalam kaitan ini, industri dapat menyewa tempat di lahan Stanford University tersebut. Varian Associates merupakan tenant pertama di Stanford Research Park tersebut. Mulailah tercipta hubungan baik antara industri dan perguruan tinggi. Inilah yang mendorong tumbuhnya Silicon Valley di kemudian hari. Kesuksesan Silicon Valley membuat berbagai tempat di dunia mempelajari cara-cara yang ditempuh oleh Stanford University.

Dua hal saling melengkapi terhadap keberadaan  Techno Park tampak dari sisi akademisi dan industri. Dosen, peneliti, dan mahasiswa beruntung,  dapat langsung berhadapan dengan masalah nyata yang dihadapi oleh industri. Mahasiswa dapat menggunakan pengalamannya ini sebagai referensi ketika dia mencari pekerjaan lain, jika dia tidak tertarik untuk menjadi bagian dari perusahaan yang bersangkutan. Program-program co-op dapat dibuatkan untuk mendukung kegiatan ini.

Ditinjau dari  sisi industri, dengan adanya akses ke sumber daya manusia  di kampus, industri dapat mengakses ide, inovasi, dan teknologi yang dikembangkan oleh para peneliti di kampus. Mahasiswa (di luar negeri umumnya adalah mahasisa S2, S3, dan post doctoral) merupakan “pasukan semut” peneliti yang sangat penting karena jumlahnya yang banyak dan tidak terlalu mahal honornya. Industri lebih suka dengan pendekatan ini karena mereka tidak perlu merekrut pegawai tetap yang membawa banyak pertimbangan dan masalah (misalnya pengembangan karir, dsb).

Industri yang sarat dengan teknologi akan selalu membutuhkan penelitian dan pengembangan, sehingga peran perguruan tinggi sangat diperlukan. Sebuah penelitian yang kemudian dirilis  Wired Magazine mengatakan bahwa keberhasilan sebuah area dalam mengembangkan teknologi ditentukan adanya perguruan tinggi dan/atau lembaga penelitian, perusahaan (established companies) yang berfokus pada perusahaan multinasional yang menjadi jangkar di area tersebut,  semangat untuk mendirikan perusahaan start up, dan ketersediaan finansial, misalnya venture capital. Wired Magazine selanjutnya memeringkat  tempat-tempat di dunia berdasarkan kriteria tersebut.  Jelas bahwa peran perguruan tinggi atau lembaga penelitian sangat esensial.

Adanya Techno Park  membawa manfaat lain yakni menciptakan terjadinya clustering dan critical mass dari peneliti (yang nantinya diasosiasikan dengan know how). Techno Park juga dapat mencegah atau mengurangi brain drain.

Fakultas Teknologi Pertanian (Fateta), Institut Pertanian Bogor, dapat dikemukakan sebagai contoh.  Dalam situs http://fateta.ipb.ac.id/index.php/Technopark/  dijelaskan bahwa  F- Techno Park  adalah Unit Pelayanan Teknis Kerjasama yang berhubungan dengan akademik, ekspektasi, dan kompetensi utama. Kegiatan dan layanan utama yang di berikan dalam bentuk asistensi teknologi (melaui pelatihan dan konsultasi), magang, kajian kebijakan, riset dan pengembangan produk ataupun proses, serta mengembangkan dan meningkatkan daya saing UKM(Usaha Kecil Menengah) Agroindustri melalui kerja sama dan pendanaan dari pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah terkait. F- Techno Park  menawarkan layanan yang cukup luas mulai dari konsultasi sederhana hingga paket program pilot plant yang kompleks. Sebagai bagian dari program kepuasan klien, F- Techno Park  menjaga komunikasi secara intensif kepada klien untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Bangsal pengolahan yang terdapat dalam komplek F- Techno Park  memiliki  beberapa lini proses seperti lini proses produksi teh, tahu, pati, dan lainnya yang dapat digunakan baik untuk keperluan akademik seperti praktikum maupun tugas akhir mahasiswa, dan untuk memenuhi kebutuhan klien dari sektor swasta ataupun pemerintah. Namun pengembangan F- Techno Park  akan diarahakan sebagai Pusat Pelatihan Agribisnis andal; tempat untuk meningkatkan ilmu dan teknologi dan daya saing UKM Agroindustri.

Mendesak

Dunia pendidikan tinggi saat ini menghadapi persoalan serius dalam minimnya sarana yang dapat mempertemukan akademisi dengan pengguna. Produsen dan konsumen tidak pernah ketemu," papar Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB), Akhmaloka. Untuk itu, Akhmaloka menyarankan upaya memperkecil kesenjangan antara dunia pendidikan dan kebutuhan dunia industri perlu ditangani secara lebih serius. Salah satunya dengan membangun sebuah area permanen (Techno Park ) yang dapat menjadi media interaksi efektif antara dunia pendidikan, dunia kerja, dan industri di Indonesia. Di pihak lain Rektor ITB juga  mengingatkan tingginya angka pengangguran terdidik menjadi keprihatinan bagi dunia pendidikan. Kondisi tersebut tidak menguntungkan bagi tenaga kerja terdidik Indonesia, terutama menjelang era Masyarakat Ekonomi ASEAN pada 2015 mendatang.

Sebagai catatan akhir, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), per Februari 2013, jumlah pengangguran berpendidikan sarjana atau lulusan universitas di Indonesia mencapai 360 ribu orang. Ini berarti,  sarjana menyumbang 5,04 % dari total pengangguran di Indonesia, yakni 7,17 juta orang (5,92 %).  Hal tersebut ditinjau berdasarkan  jumlah keseluruhan angkatan kerja di Indonesia sebanyak 121,2 juta orang.

_____________

*)  Slamet Samsoerizal,   peneliti pada Pusat Kaji Darindo






No comments:

Post a Comment