Friday, February 21, 2014

Kemitraan GGL: Kisah Sukses Si Juragan Sapi

Parjono, warga Astomulyo, Lampung Tengah: kini sudah punya showroom sapi (Foto Oyos Saroso HN)
Mas Alina Arifin/teraslanpung.com

Lampung Tengah--Direktur Operasional PT GGL Didiek Purwanti mengungkapkan, dalam program PIR, PT GGL membina para peternak melalui beberapa langkah. Antara lain, pertama, memberikan pemahaman kepada peternak tentang bitbit sapi bakalan yang baik untuk penggemukan, tatalaksana kandang, pola pengelolaan pakan,serta menjaga kualitas pakan yang baik.

Kedua, mengajarkan analisis usaha dan mengombinasikan kegiatan peternakan dan pertanian secara sinergis. Peternak diajari membuat pupuk organik sehingga kotoran sapi bisa dimanfaatkan untuk mendukung pertanian. Peternak juga diajari  cara memanfaatkan limbah pertanian sebagai sumber pakan sapi yang baik.

Ketiga, pembuatan pabrik pakan mini untuk menopang kebutuhkan kelompok peternak. Dengan begitu, kelompok peternak dapat mandiri, menciptakan lapangan kerja, serta menggerakan ekonomi mikro.
Keempat, menambah jumlah wilayah binaan sehingga semakin banyak masyrakat yang akan mendapatkan kesempatan untuk bermitra dan mendapatkan transfer teknologi.

Kelima, GGL ikut memfasilitasi sekaligus sebagai afalis (perusahaan penjamin) bagi para peternak untuk mendapatkan pinjaman di bank agar usaha peternakan yang dijalankan para peternak makin bekerkembang.

Setelah berlangsung lebih dari 21 tahun,program PIR kami telah mendorong Lampung Tengah dikenal oleh masyrakat umum sebagai ‘lumbung sapi potong’ di Lampung.

Parjono, ketua Kelompok Peternak Sapi Limousine, Desa Astomulyo, Kecamatan Punggur, Lampung Tengah mengatakan dalam kemitraan kelompok peternak mempunyai posisi tawar dalam penetapan harga, baik sapi bakalan maupun harga jual sapi. Jika kelompok menilai harga saat itu tidak menguntungkan, feedlot (inti) tidak bisa memaksa mengambil sapi di kelompok perternak.

“Namun, untuk sapi bakalan harganya sangat dipengaruhi oleh harga kontrak sapi bakalan yang didatangkan dari Australia, ” kata Parjono.

Anak sapi harus antre untuk mendapat ASI.
Tiap anggota tidak sekaligus menerima sapi, tapi diatur secara bergiliran. Misalnya, bulan pertama terdapat 100 plasma yang menerima sapi, bulan berikutnya 100 lagi, dan sisanya 100 plasma akan menerima sapi pada bulan ketiga. Pada bulan keempat, 100 plasma  pertama sudah panen, selanjutnya panen di kelompok kedua dan ketiga.

“Ini juga memudahkan pengaturan pemasaran dan mengantisipasi kekosongan sapi di kelompok,”kata Parjono.

Memiliki kapasitas kandang 30 ribu ekor sapi dan fasilitas karantina hewan berkapasitas 10 ribu ekor sapi, PT GGL selama 22 tahun menjadi andalan Provinsi Lampung di bidang ternak sapi sehingga menempatkan Lampung sebagai lumbung sapi nasional setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah.

PT GGL mengimpor sapi dari Australia untuk digemukkan selama 3 bulan. Dengan stok pakan limbah nanas yang cukup dan pola pemeliharaan yang baik, sapi-sapi itu kemudian dijual ke berbagai daerah. Antara lain ke seluruh wilayah Sumatera, Jakarta, Tangerang, Depok, Bekasi, dan seluruh Jawa Barat.

“Feedlot kami memilik kapasitas kandang penggemukan sebanyak 30.000 ekor dan fasilitas Instalasi Karantina Hewan(IKH) untuk menampung 10.000 ekor sapi.  Saat ini stok sapi yang mengisi kandang kami sampai pada angka 18,142 ekor.Sapi untuk penggemukan sebanyak 11.050 ekor, bredding sebanyak 5.614 ekor, dan sapi lokal sebanyak 1.478 ekor,” kata Didiek.

Menurut Didiek, dengan mayoritas sapi impor asal Australia, PT GGL menyediakan sapi untuk pemotongan di 26 Rumah Potong Hewan(RPH) yang telah terjamin sesuai standar kesejahteraan hewan. Impor sapi Australia yang dilakukan PT GGL pada 2010 mencapai 64. 623 ekor, pada 2011 52.563, dan hingga September 2012 sebanyak 20.686 ekor.

Selain mengimpor sapi, untuk mengembangkan bisnis penggemukan sapi GGL juga membeli sapi lokal lewat pembelian langsung. Sapi-sapi lokal itu berasal dari berbagai daerah di Lampung, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Pada 2011 sapi lokal yang dibeli GGL sebanyak 4.431 ekor. Sementara pada 2012 (hingga September 2012) mencapai 3.668 ekor.

Sumber: www.lampungreview.com

No comments:

Post a Comment